laju pengosongan lambung

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1. LATAR BELAKANG

Ikan mempunyai pola tertentu dalam kegiatan makannya. Kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan dan kandungan  energinya. Sedangkan jumlah pemberian pakan selain dipengaruhi oleh kandungan energi, juga dipengaruhi kapasitas saluran pencernaan ikan.  Ikan akan mengambil pakan dengan pola dan jumlah yang sesuai dengan kebiasaan dan kapasitasnya.

Informasi mengenai pola konsumsi suatu  jenis ikan sangat diperlukan dengan tujuan  untuk  meningkatkan  keefektifan  dan  keefisienan  pemanfaatan  pakan. Pola makan ikan dipengaruhi oleh : suhu, jenis pakan, ukuran pakan, dan berat badan ikan.Setelah ikan mengkonsumsi  pakan, akan ada jeda waktu untuk penurunan isi kandungan perut.

 

1.2.TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui pola makan ikan Nila melalui pengukuran “Gastric Evacuation Rate”.

 

1.3.MANFAAT PRAKTIKUM

Manfaat dari praktikum ini adalah kita bisa mengetahui pola makan ikan Nila untuk diterapkan dalam pemeliharaan ikan (budidaya).

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1. IKAN NILA

 

Ikan atau bahasa ilmiahnya adalah picses secara umum adalah termasuk hewan bertulang belakang (vertebrata). Ikan adalah hewan berdarah dingin (polikilotermis) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Suhu tubuhnya selalu mengikuti suhu lingkungannya sehingga suhu badannya turun naik bersama-sama denganturun naiknya suhu sekitarnya. Ikan berkembang biak dengan cara bertelur. Ikan betina mengeluarkan telurnya ke dalam air, demikian pula ikan jantan mengeluarkan spermanya ke dalam air, sehingga pembuahan terjadi di luar tubuh induknya. Pembuahan yang terjadi di luar tubuhinduknya disebut pembuahan eksternal 

Berdasarkan tulangnya ikan dibagi dalam dua kelompok yaitu :

  1. Ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes)

Contohnya: Ikan Hiu dan Ikan Pari

  1. Ikan bertulang sejati (kelas Osteichthyes)

Contohnya: Ikan Mas, Ikan Mujair, Ikan Kakap, Ikan Bandeng,dan Ikan Tawes.

 

Ikan nila merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan diwilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik.

 

 

 

Klafikasi Ikan Nila adalah sebagai berikut:

Kerajaan          : Animalia

Filum               : Chordata

Kelas               : Osteichtyes

Ordo                :Perciformes
Famili              : Cichlidae

Genus              : Oreochromis

Spesies            : Oreochromis niloticus

 

2.2. MORFOLOGI

 

Dalam mengidentifikasi ikan Nila dapat melihat dari tipe morfologi tubuh . Morfologi adalah bagian-bagian dari tubuh ikan. Morfologi meliputi tipe tubuh, bentuk dan letak mulut, sirip caudal, dan alat bantu pernafasan. Ikan Nila memliki cirri morfologi sebagai berikut :

  1. Bentuk badan pipih kesamping memanjang
  2. Tipe mulut biasa dan letak dari mulut ikan mas ini terminal, terletak di tengah anterior kepala
  3. Sirip caudalnya homocercal
  4. Mempunyai garis vertikal sepanjang tubuh 9-11 buah
  5. Garis-garis pada sirip ekor berwana merah sejumlah 6-12 buah
  6. Pada sirip pungung terdapat garis-garis miring
  7. Mata tampak menonjol dan besar, tepi mata berwarna putih

 

2.3. PENCERNAAN MAKANAN

 

Pencernaan adalah suatu proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik dan kimiawi sehingga menjadi bahan yang mudah diserap dan disebarka ke seluruh tubuh melalui system peredaran darah. Dalam proses pencernaan,organ pencernaan bukan hanya berperan sebagai alat kerja mekanik, tetapi juga sebagai pnghasil cairan yang berfungsi sebagai katalisator dalam pencernaan.bila diurut secara berurutan dari awal makanan masuk ke mulut sampai ke proses pencernaan dan selanjutnya sisa makanan yang tidak dicerna dibuang dalam bentuk feses melalui anus, maka organ yang berperan dalam pencernaan, yaitu:

 

 

Gambar 1. Sistem pencernaan ikan

 

  1. Mulut

Organ pertama yang langsung berhubungan dengan makanan adalah mulut. Letak mulut satu spesies ikan dapat berbeda-beda dengan spesies lainnya. Tipe mulut dengan letak mulut bagian ujung depan kepala dinamakan tipe terminal. Letak mulut yang letaknya dibagian atas adalah tipe superior. Tipe ini mendapatkan makanan dari permukaan atau menunggu pada dasar perairan. Letak mulut dibagian bawah adalah tipe inferior, mencari makanan pada dasar perairan.

  1. Tekak

Tekak terletak diantara mulut bagian belakang dan insang bagian belakang. Pada sisi kiri dan kanan tekak terdapat insang. Pada dinding atas dan bawah tekak biasanya terdapat gigi tekak.

  1. Insang

Insang terletak dibelakang rongga mulut. Umumnya terdapat empat pasang lengkung insang pada ikan bertulang sejati, dan lima samapi tujuh pasang lengkung insang pada Chondrichthyes.

  1. Kerongkongan

Dibelakang tekak terdapat kerongkongan, yang memanjang kearah posterior berbatasan dengan lambung. Kerongkongan merupakan saluran yang pendek dengan penampang yang bundar. Organ ini sangat elastic, sehingga mempunyai kemampuan untuk menggembung.

  1. Lambung

Lambung terletak diantara kerongkongan dan pilorik dengan bentuk yang bermacam-macam, antara lain bentuk tabung, lengkung, kantung, huruf U, dan huruf V. Fungsi utama lambung adalah menerima dan menampung makanan serta sebagai tempat pencernaan makanan. Tidak semua jenis ikan memiliki lambung, Cyprinidae dan Scaridae kelompok ikan yang tidak memiliki lambung.

  1. Pilorik

Diantara lambung dan usus terdapat pilorik, yang merupakan penyempitan saluran pencernaan. Pada bagian ini terdapat penebalan lapisan otot licin melingkar. Pilorik berfungsi mengatur pengeluaran makanan dari lambung dan masuk ke usus.

  1. Usus

Usus berada diantara pilorik dan rectum. Usus memiliki beberapa lapisan yakni lapisan mukosa, submukosa, muskulus, dan serosa. Fungsi usus adalah sebagai organ untuk mencerna makanan dan tempat penyerapan makanan.

  1. Rektum dan Anus

Dibagian belakang usus terdapat segmen rectum. Rectum ini terletak di antara katup rectum dan anus. Katup rectum merupakan penyempitan saluran pencernaan akibat penebalan otot licin melingkar, mengatur pengeluaran makanan yang tidak dicerna dari bagian usus ke bagian rectum. Fungsi utama rectum adalah menyerap air dan mineral, dan memproduksi lendir untuk mempermudah pengeluaran makanan tak tercerna.

 

Adapun organ penghasil kelenjar pencernaan, yakni :

  1. Hati

Hati adalah salah satu kelenjar pencernaan. Umumnya terletak di depan lambung di bawah kerongkongan memanjang sampai di belakang usus depan. Fungsi hati termasuk sekresi empedu dan menyimpan glikogen.

  1. Kantung Empedu

Kantung empedu berupa kantung tipis yang berisikan empedu. Letaknya menempel di bawah hati. Empedu mengandung pigmen empedu (biliverdin dana bilirubin) yang berasal dari perombakan sel darah dan haemoglobin.

  1. Pankreas

Pankreas merupakan organ yang berperan penting dalam proses pencernaan. Pancreas menghasilkan enzim pencernaan yakni protease (tripsin) dan karbohidrase (amilase dan lipase).

 

2.4. LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG

 

Laju pengosongan lambung dapat didefinisikan sebagai laju dari sejumlah pakan yang bergerak melwati saluran pencernaan per-satuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai g/jam atau mg/menit. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju pengosongan lambung menurut Arispurnomo (2010) antara lain adalah sebagai berikut :

  1. 1.      Pompa Pilorus dan Gelombang Peristaltik

Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap jalan makanan. Dalam keadaan normal pilorus hampir tetap, tetapi tidak menutup dengan sempurna, karena adanya kontraksi tonik ringan. Tekanan sekitar 5 cm, air dalam keadaan normal terdapat pada lumen pilorus akibat pyloric sphincter. Ini merupakan penutup yang sangat lemah, tetapi, walaupun demikian biasanya cukup besar untuk mencegah aliran chyme ke duodenum kecuali bila terdapat gelombang peristaltik antrum yang mendorongnya.

Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir pasti tiga kali per menit, menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan berjalan ke antrum, kemudian ke pilorus dan akhirnya ke duodenum. Ketika gelombang berjalan ke depan, pyloric sphincter dan bagian proksimal duodenum dihambat, yang merupakan relaksasi reseptif. Pada setiap gelombang peristaltik, beberapa millimeter chyme didorong masuk ke duodenum.

Derajat aktivitas pompa pilorus diatur oleh sinyal dari lambung sendiri dan juga oleh sinyal dari duodenum. Sinyal dari lambung adalah derajat peregangan lambung oleh makanan, dan adanya hormon gastrin yang dikeluarkan dari antrum lambung akibat respon regangan. Kedua sinyal tersebut mempunyai efek positif meningkatkan daya pompa pilorus dan karena itu mempermudah pengosongan lambung. Sebaliknya, sinyal dari duodenum menekan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, bila volume chyme berlebihan atau chyme tertentu berlebihan telah masuk duodenum. Sinyal umpan balik negatif yang kuat, baik syaraf maupun hormonal dihantarkan ke lambung untuk menekan pompa pilorus. Jadi, mekanisme ini memungkinkan chyme masuk ke duodenum hanya secepat ia dapat diproses oleh usus halus.

 

2. Volume Makanan

Volume makanan dalam lambung yang bertambah dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan penyebab peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal, peningkatan volume tidak menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,. Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung menimbulkan refleks mienterik lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung pada waktu tertentu.

 

3. Hormon Gastrin

Peregangan serta adanya jenis makanan tertentu dalam lambung menimbulkan dikeluarkannya hormon gastrin dari bagian mukosa antrum. Hormon ini mempunyai efek yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung yang sangat asam oleh bagian fundus lambung. Akan tetapi, gastrin juga mempunyai efek perangsangan yang kuat pada fungsi motorik lambung. Yang paling penting, gastrin meningkatkan aktivitas pompa pilorus sedangkan pada saat yang sama melepaskan pilorus itu sendiri. Jadi, gastrin kuat pengaruhnya dalam mempermudah pengosongan lambung. Gastrin mempunyai efek konstriktor pada ujung bawah esofagus untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus selama peningkatan aktivitas lambung.

 

4. Refleks Enterogastrik

Sinyal syaraf yang dihantarkan dari duodenum kembali ke lambung setiap saat, khususnya bila lambung mengosongkan makanan ke duodenum. Sinyal ini mungkin memegang peranan paling penting dalam menentukan derajat aktivitas pompa pilorus, oleh karena itu, juga menentukan kecepatan pengosongan lambung. Refleks syaraf terutama dihantarkan melalui serabut syaraf aferen dalam nervus vagus ke batang otak dan kemudian kembali melalui serabut syaraf eferen ke lambung, juga melalui nervus vagus. Akan tetapi, sebagian sinyal mungkin dihantarkan langsung melalui pleksus mienterikus. Refleks enterogastrik khususnya peka terhadap adanya zat pengiritasi dan asam dalam chyme duodenum. Misalnya, setiap saat dimana pH chyme dalam duodenum turun di bawah kira-kira 3.5 sampai 4, refleks enterogastrik segera dibentuk, yang menghambat pompa pilorus dan mengurangi atau menghambat pengeluaran lebih lanjut isi lambung yang asam ke dalam duodenum sampai chyme duodenum dapat dinetralkan oleh sekret pankreas dan sekret lainnya. Hasil pemecahan pencernaan protein juga akan menimbulkan refleks ini, dengan memperlambat kecepatan pengosongan lambung, cukup waktu untuk pencernaan protein pada usus halus bagian atas. Cairan hipotonik atau hipertonik (khususnya hipertonik) juga akan menimbulkan refleks enterogastrik. Efek ini mencegah pengaliran cairan nonisotonik terlalu cepat ke dalam usus halus, karena dapat mencegah perubahan keseimbangan elektrolit yang cepat dari cairan tubuh selama absorpsi isi usus.

 

5. Umpan Balik Hormonal dari Duodenum – Peranan Lemak

Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak, terdapat dalam chyme yang masuk ke dalam duodenum akan menekan aktivitas pompa pilorus dan pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini memegang peranan penting memungkinkan pencernaan lemak yang lambat sebelum akhirnya masuk ke dalam usus yang lebih distal. Walaupun demikian, mekanisme yang tepat dimana lemak menyebabkan efek mengurangi pengosongan lambung tidak diketahui secara keseluruhan. Sebagian besar efek tetap terjadi meskipun refleks enterogastrik telah dihambat. Diduga efek ini akibat dari beberapa mekanisme umpan balik hormonal yang ditimbulkan oleh adanya lemak dalam duodenum.

 

6. Kontraksi Pyloric Sphincter

Biasanya, derajat kontraksi pyloric sphincter tidak sangat besar, dan kontraksi yang terjadi biasanya dihambat waktu gelombang peristaltik pompa pilorus mencapai pilorus. Akan tetapi, banyak faktor duodenum yang sama, yang menghambat kontraksi lambung, dapat secara serentak meningkatkan derajat kontraksi dari pyloric sphincter. Faktor ini menghambat atau mengurangi pengosongan lambung, dan oleh karena itu menambah proses pengaturan pengosongan lambung. Misalnya, adanya asam yang berlebihan atau iritasi yang berlebihan dalam bulbus duodeni menimbulkan kontraksi pilorus derajat sedang.

 

7. Keenceran Chyme

Semakin encer chyme pada lambung maka semakin mudah untuk dikosongkan. Oleh karena itu, cairan murni yang dimakan, dalam lambung dengan cepat masuk ke dalam duodenum, sedangkan makanan yang lebih padat harus menunggu dicampur dengan sekret lambung serta zat padat mulai diencerkan oleh proses pencernaan lambung. Selain itu pengosongan lambung juga dipengaruhi olehpemotongan nervus vagus dapat memperlambat pengosongan lambung, vagotomi menyebabkan peregangan lambung yang relatif hebat, keadaan emosi, kegembiraan dapat mempercepat pengosongan lambung dan sebaliknya ketakutan dapat memperlambat pengosongan lambung.

Pengamatan Laju Pengosongan Lambung menggunakan prinsip bahwa lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong kembali karena adanya proses pengangkutan makanan menuju usus untuk diserap oleh tubuh. Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan lambung ini dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan. Untuk menentukan nilai ISC dapat diperoleh dari rumus “volume materi lambung : volume lambung x 100%”. Dari data diatas dapat kita lihat bahwa nilai ISC terbesar ada pada pengamatan jam ke-4 yakni sebesar 15.29%. Tingginya nilai ISC ini dipengaruhi oleh tingginya nilai volume materi lambung yakni sebesar 0.26 ml. Hal ini diakibatkan pada jam ke-4, ikan mulai lahap memakan pakan yang disediakan setelah sebelumnya terjadi proses pengadaptasian setelah ikan mengalami perlakuan pemuasaan selama 24 jam. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ISC secara langsung adalah volume materi lambung serta volume maksimal lambung. Sedangkan kedua faktor tadi dipengaruhi oleh jenis pakan, faktor lingkungan seperti suhu, pH, tingkat kekeruhan, tingkat DO dll, dan juga tingkat stress ikan yang sebelumnya dipuasakan selama 24 jam.

Setiap ikan memiliki bentuk dan ukuran lambung yang berbeda-beda. Derajat kepenuhan lambung pada ikan akan berbeda, tergantung dari berat, panjang dan bentuk lambung. Dengan bertambahnya ukuran ikan, besar ukuran makanannya juga bertambah, jadi semakin besar derajat kepenuhan lambung maka semakin besar kepenuhan lambung ikan dalam satu kali makan. Volume material lambung yaitu jumlah isi material yang berada pada lambung pada waktu tertentu. Sedangkan volume total lambung yaitu jumlah kapasitas total lambung.
Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (affandi, 2002). Kebiasaan makanan ikan berhubungan dengan bentuk, posisi mulut, gerigi dalam rahang, dan kesesuaian tapis insang. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran (Affandi, 2002). Laju pengosongan lambung dapat dijadikan indikator tentang dasar penentuan frekuensi pemberian pakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

BAHAN DAN METODE

 

3.1. WAKTU DAN TEMPAT

 

Hari                        : Senin

Tanggal       : 29 Oktober 2012

Jam             : 10.00 – 12.00 WIB

Tempat       : Labolatorium Fisiologi Hewan Air FPIK UNPAD

 

3.2. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

 

3.2.1 ALAT

  1. Cawan petri
  2. Gunting
  3. Penggaris
  4. Penusuk
  5. Pisau
  6. Pinset
  7. Timbangan Teknis
  8. Timbangan Analitik

 

3.2.2. BAHAN

  1. Kertas Lakmus
  2. Ikan Nila

3.3. PROSEDUR KERJA

  1. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan saat praktikum
  2. Ambil ikan yang akan dibedah untuk praktikum, pegang dan kemudian tusuk di bagian otsk dpan, putar penusuk perlahan-lahan sampai ikan mati
  3. Timbang bobot ikan Nila dengan timbangan teknis lalu catat
  4. Bedah ikan dengan gunting, potong dari bagian anus keatas menuju ke opercullum sampai saluran pencernaannya terbuka
  5. Potong usus di bagian depan dekat opercullum dan di bagian belakang dekat anus, pada saat keluar cairan dari usus letakkan kertas lakmus pada cairan tersebut. Tunggu beberapa saat kemudian lihat dan catat masing-masing pH-nya
  6. Keluarkan usus dari perut ikan lalu ukur panjangnya dan catat
  7. Timbang berat usus dengan timbangan analitik lalu catat
  8. Keluarkan lambung dari perut ikan kemudian timbang beratnya dengan timbangan analitik dan catat
  9. Keluarkan isi usus dan isi lambung pada cawan petri, kemudian timbang bobotnya dengan timbangan analitik yang cawan nya sudah di nol kan
  10. Bersihkan dan rpikan alat dan bahan yang telah digunakan setelah praktiikum selesai

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

 

Hasil pengamatan kelompok 15 dibuat dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Kel

Bobot Ikan (gram)

Berat Usus (gram)

Panjang Usus (cm)

Berat Lambung (gram)

Berat isi keseluruhan (gram)

pH Lambung-Usus

pH Usus-Anus

15

79,61

3,15

98

5,80

6,25

5,4

6,2

Keterangan      : Suhu air         : 27oC

                         Jenis pakan     : pelet

Tabel 1. Hasil pengamatan (data kelompok 15)

 

Hasil pengamatan kelompok 1-18 dalam tabel sebagai berikut :

Kel

Bobot Ikan (gram)

Berat Usus (gram)

Panjang Usus (cm)

Berat Lambung (gram)

Berat isi keseluruhan (gram)

pH Lambung-Usus

pH Usus-Anus

1

115

5,0

72

9,0

8,0

5,8

7,0

2

122

3,0

49

4,0

3,0

5,4

6,2

3

55

4,0

97

2,0

4,0

<5,4

5,4

4

56

0,5

79

4,0

5,5

5,4

5,8

5

37

3,0

105

2,0

3,0

5,2

6,8

6

100

4

66

7

6

6,2

5,8

7

67

1,0

1,0

4,0

2,0

6,0

5,4

8

79

2,0

112

6,0

6,0

6,4

6,7

9

90

2

110

5

7

5,4

6,2

10

63,1

2,54

64,5

4,53

5,68

6,2

7,0

11

96,62

4,57

108

7,26

10,15

5,8

6,2

12

77,16

4,27

77

2,6

2,8

5,8

7,6

13

69,22

2,6

89

4,89

21,97

5,8

6,5

14

73,31

1,36

76,4

0,84

0,97

5,8

6,8

15

79,61

3,15

98

5,80

6,25

5,4

6,2

16

64,72

1,38

79

4,22

4,53

5,8

6,8

17

76,52

2,11

105

0,55

1,06

5,4

6,2

18

85,56

2,98

76,4

4,87

5,82

5,8

6,2

Tabel 2. Hasil pengamatan (data kelompok 1-18)

Keterangan      : Suhu air         : 24oC

                         Jenis pakan     : pelet

 

Hasil Pengamatan kelompok 19-26 dalam tabel sebagai berikut :

Kel

Bobot Ikan (gram)

Berat Saluran Pencernaan Ikan (gram)

Berat isi keseluruhan (gram)

pH Lambung-Usus

pH Usus-Anus

19

65,5

6,15

5,75

5,4

5,8

20

128,5

13,0

9,0

5,4

5,8

21

76,2

9,0

9,0

5,4

6,7

22

114,1

12,8

7,5

5,4

5,8

23

116

10,0

8,0

5,4

5,8

24

74

8,0

6,0

5,4

6,5

25

78

9,0

6,0

5,8

6,2

26

173

10,0

7,0

5,4

6,2

Tabel 3. Hasil pengamatan (data kelompok 19-26)

Keterangan      : Suhu air         : 24oC

                         Jenis pakan     : pelet

 

Data hasil perhitungan laju pengosongan lambung dengan metode regresi linier:

 

 

t=X

At

Y=Ln At

XY

0

14,8046

2,695

0

0

4

12,0477

2,4864

9,9456

16

8

9,9282

2,2954

18,3632

64

12

7,1865

1,9722

23,6664

144

16

5,5078

1,7062

27,2992

256

20

4,2403

1,4446

28,892

400

24

1,6772

0,5171

12,4104

576

Σ

84

 

13,1169

120,5768

1456

Rata-rata Σ

12

 

1,8738

 

 

 

Tabel 4. Perhitungan Laju Pengosongan Lambung

 

At = Ao.ekp (-kt)——- Ln At=Ln Ao-kt

Y  = a – b . X           

 

 

 

 

 

b = -0,082

 

k = -b

k = -(-0,082)

k = 0,082

 

a = Ŷ+bX

a = 1,8738 + (-0,082) (12)

a = 0,8898

 

Ao = Exp (a)

Ao = Exp(0,8898)

Ao = 2,4346

 

t = ln 3/ k

t = ln 3/0,082

t = 13,398

 

k.t = (0,082) (13.398)

k.t = 1,099

 

D = Ao (1- Exp(-kt))x 24/t

D = 2,4346 (1-0,333)x 24/13,398

D = 2,4346 (0,667)x(1,7913)

D = 2,91

 

Perl.

Suhu oC

Ao %bobot

K %bb/jam

t=ln3/k jam

k.t

Exp (-kt)

24/t

D %bb/hari

B 1

24,9

2,4346

0,082

13,398

1,099

0,333

1.7913

16,86

 

Tabel 5. Data hasil perhitungan laju pengosongan lambung

 

4.2. PEMBAHASAN

Lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong kembali karena adanya proses pengangkutan makanan menuju usus untuk diserap oleh tubuh. Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan lambung ini dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan.

Pada praktikum ini dilakukan perhitungan laju pengosongan lambung untuk mengetahui kerja proses pencernaan. Laju pengosongan lambung dipengaruhi oleh aktivitas daya pompa pylorus yang diataur oleh sinyal lambung pada ikan yang kemudian mengeluarkan hormone gastrin dari antrum lambung. Volume makanan yang bertambah dapat meningkatkan pengosongan dari lambung.  Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung pada waktu tertentu.

Pada praktikum ini akan diukur isi lambung dan usus dari ikan yang telah diberi pakan pellet. Setelah dihitung isi lambung dan usus dari tiap kelompok ternyata didapatkan hasil yang berbeda-beda setiap ikan. Hal ini disebabkan oleh bentuk dan ukuran lambung yang berbeda-beda. Derajat kepenuhan lambung pun pada ikan akan berbeda, tergantung dari berat, panjang dan bentuk lambung. Dengan bertambahnya ukuran ikan, besar ukuran makanannya juga bertambah, jadi semakin besar derajat kepenuhan lambung maka semakin besar kepenuhan lambung ikan dalam satu kali makan.

Pada kelompok kami yaitu kelompok 15 didapat hasil isi lambung sebesar 5,80 gram,isi usus 0,45 gram, pH lambung-usus 5,4 dan pH usus-anus 6,2. Ternyata pH lambung-usus lebih bersifat asam ini disebabkan oleh hormon gastrin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

 

5.1. SIMPULAN

 

       Setiap ikan memiliki pola makan dan kebutuhan nutrisi yang berbeda. Ada banyak hal yang mempengaruhi sistem pencernaan pada ikan dan laju pengosongan lambungnya. Diantaranya adalah umur ikan, bobot atau berat badan ikan, aktivitas ikan dan pakan yang diberikan. Hal-hal tersebut mempengaruhi pola makan dan laju pengosongan lambungnya.

       Ukuran lambung dan kemampuan menampung makanan berbeda pada setiap jenis ikan, semakin besar ukuran ikan maka semakin besar pula ukuran lambung nya. Dengan demikian, ikan bisa mencerna lebih banyak makanan.

       Hasil pengamatan kelompok kami adalah bobot ikan yaitu 79,61 gram, panjang usus nya 98 cm, berat usus 3,15 gram, berat lambung 5,80 gram, dan berat isi keseluruhan adalah 6,25 gram. Sedangkan pH lambung-usus nya 5,4 dan pH usus anus nya adalah 6,2.

 

5.2. SARAN

 

            Saran yang bisa disampaikan pada praktikum kali ini adalah, ketika melaksanakan praktikum, kita harus benar-benar teliti dalam membedah dan membuka sistem pencernaan ikan agar organ-organ yang berada di dalamnya tetap utuh dan tidak ada yang rusak. Juga keika mematikan ikan dengan penusuk harus pada bagian yang tepat, karena ketika mematikan ikan sering kali terjadi kesalahan sehingga ikan yang ditusuk tidak langsung mati sepenuhnya. Kebersihan di labolatorium juga harus tetap dijaga dengan cara mencuci dan merapikan peralatan yang telah digunakan untuk praktikum.

 

DAFTAR ACUAN

 

Rahardjo, M.F. dkk. 2011. IKHTIOLOGI. Bandung: Lubuk Agung

Affandi, Ridwan dan Tang, Usman Muhammad. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekan baru. Universitas Riau Press.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

nilai hematokrit ikan mas

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1. LATAR BELAKANG

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah. Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology analyzer atau secara manual. Metode pengukuran nilai hematokrit secara manual ada dua, yaitu makrohematokrit dan mikrohematokrit.

Pada praktikum kali ini pengukuran nilai hematokrit secara manual dengan menggunakan metode mikrohematokrit. Metode hematokrit ini dilakukan dengan cara sampel darah dimasukkan ke dalam tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Untuk mengetahui tinggi kolom eritrosit diukur dengan alat pembaca hematokrit, nilainya dinyatakan dalam %.

 

1.2. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk bisa menghitung nilai hematokrit dari ikan mas.

 

1.3. MANFAAT PRAKTIKUM

Manfaat dari praktikum ini adalah kita dapat menghitung nilai hematrokrit pada ikan Mas dengan cara sentrifugasi. 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1. IKAN

Ikan atau bahasa ilmiahnya adalah picses secara umum adalah termasuk hewan bertulang belakang (vertebrata). Ikan adalah hewan berdarah dingin (polikilotermis) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Suhu tubuhnya selalu mengikuti suhu lingkungannya sehingga suhu badannya turun naik bersama-sama denganturun naiknya suhu sekitarnya. Ikan berkembang biak dengan cara bertelur. Ikan betina mengeluarkan telurnya ke dalam air, demikian pula ikan jantan mengeluarkan spermanya ke dalam air, sehingga pembuahanterjadi di luar tubuh induknya. Pembuahan yang terjadi di luar tubuhinduknya disebut pembuahan eksternal 

Berdasarkan tulangnya ikan dibagi dalam dua kelompok yaitu :

  1. Ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes)

Contohnya: Ikan Hiu dan Ikan Pari

  1. Ikan bertulang sejati (kelasOsteichthyes)

Contohnya: Ikan Mas, Ikan Mujair, Ikan Kakap, Ikan Bandeng,dan Ikan Tawes.

Ikan mas atau Ikan karper (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia.

2.2. KLASIFIKASI

Klasifikasi ikan Mas :

Kelas      : Animalia

Filum      : Chordata

Kelas      : Actinopterygii

Ordo       : Cypriniformes

Famili     : Cyprinidae

Genus     : Cyprinus

Spesies   : Cyprinus carpio

 

2.3.MORFOLOGI

Dalam mengidentifikasi ikan mas dapat melihat dari tipe morfologi tubuh . Morfologi adalah bagian-bagian dari tubuh ikan. Morfologi meliputi tipe tubuh, bentuk dan letak mulut, sirip caudal, dan alat bantu pernafasan. Pada ikan mas ini memiliki bentuk tubuh yang tertekan kesamping (compressed). Bentuk mulut pada ikan mas yaitu tipe mulut biasa dan letak dari mulut ikan mas ini terminal, terletak di tengah anterior kepala. Pada bagian sirip caudal ikan mas memiliki tipe sirip cudal yang Homocercal.

 

2.4.BIOLOGI

Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m diatas permukaan laut, dengan suhu 20 oC-25 oC pH air antara 7-8 (Herlina,2002). Diantara jenis ikan Mas itu sendiri jika di amati lebih lanjut ada perbedaan dari segi sisik, bentuk badan, sirip mata dan perbedaan ini menunjukkan adanya perbedaan ras pda jenis ikan air tawar. Ras-ras yang ada pada ikan mas antara lain:

1. Punten: Warna sisik hijau gelap, mata menonjol, gerakan lamban dan jinak punggung lebar dan tinggi, ikan ini mempunyai panjang dan relatif pendek di bandingkan ikan mas lainya.

2. Sinyonya: Warna sisik kuning muda, badan relative panjang, mata tidak begitu menonjol dan normal pada usia yang masih muda, sedang yang sudah tua sipit, yag masih muda gerakannya jinak dan suka berkumpul pada permukaan air, perbandingan panjang dan terhadap tinggi badan antara 3,66:1.

3. Majalaya: Warna sisik hijau keabu-abuan, dengan tepi sisik lebih gelap kearah punggung badan relative pendek, punggung tinggi (membungkuk) dengan perbandingan panjang dan tinggi badan 3,20:1 dan gerakan jinak.

4. Kumpai: Warnanya bermacam-macam, tanda yang khasnya adalah siripnya panjang dan gerakannya lambat

5. Kancra Domas: Sisik kecil-kecil, bagian atas hijau kehitaman dan ada bagian titik yang mengkilap, bagian bawah sebatas garis badan berwarna putih.

6. Fancy Carp (Koi): Warna beraneka ragam, gerakan lamban dan jinak, badan relatif pendek dan tinggi.

Ikan ini merupakan ikan pemakan organisme hewan kecil atau renik ataupun tumbuh-tumbuhan (omnivore). Kolam yang di bangun dari tanah banyak mengandung pakan alami,ikan ini mengaduk Lumpur,memangsa larva insekta,cacing-cacing mollusca (Djarijah,2001).

 

2.5. HEMATOKRIT

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah. Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology analyzer atau secara manual.

Prinsip pemeriksaan hematokrit cara manual yaitu darah yang mengandung antikoagulan disentrifuse dan total sel darah merah dapat dinyatakan sebagai persen atau pecahan desimal (Simmons A, 1989). Penetapan nilai hematokrit cara manual dapat dilakukan dengan metode makrohematokrit atau metode mikrohetokrit.

  1. Metode makrohematokrit

Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA atau heparin) dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang 110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit yang dinyatakan dalam %.

  1. Metode mikrohematokrit

Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA, darah heparin atau darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam tabung kapiler yang mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel darah kapiler (langsung), dan yang tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah EDTA/heparin/amonium-kalium-oksalat.

Prosedur pemeriksaannya adalah : sampel darah dimasukkan ke dalam tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit diukur dengan alat pembaca hematokrit, nilainya dinyatakan dalam %.

2.5.1.      FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Faktor yang mempengaruhi hematokrit

  1. Jumlah eritrosit

Apabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak (polisitemea) maka nilai hematokrit akan meningkat dan jika eritrosit sedikit (dalam keadaan anemi) maka nilai hematokrit akan turun. (Pusdik, 1989)

  1. Ukuran eritrosit

Faktor terpenting dalam pengukuran hematokrit adalah ukuran sel darah merah dimana dapat mempengaruhi viskositas darah. Viskositas yang tinggi maka nilai hematokrit juga tinggi

  1. Bentuk eritrosit

Apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka akan terjadi trapped plasma (plasma yang terperangkap) sehingga nilai hematokrit meningkat.  

  1. Perbandingan antikoagulan dengan darah

Jika antikoagulan berlebihan akan mengakibatkan eritrosit mengerut, sehingga nilai hematokrit menurun.( Ganda Soebrata, 1989)

  1. Tempat penyimpanan

Tempat penyimpanan sebaiknya dilakukan pada suhu 4oC selama tidak lebih dari 6 jam.

  1. Kurang homogen

BAB III

BAHAN DAN METODE

 

 

3.1. WAKTU DAN TEMPAT

Hari                        : Senin

Tanggal       : 5 November 2012

Jam             : 10.00 – 12.00 WIB

Tempat       : Labolatorium Fisiologi Hewan Air FPIK UNPAD

 

3.2. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

 

3.2.1 ALAT

  1. Gunting bedah
  2. Penjepit arteri
  3. Penusuk
  4. Petri disk
  5. Pipa kapiler
  6. Sentrifuge hematokrit
  7. Hematokrit reading chart / papan pembaca nilai hematrokrit (%)

3.2.2. BAHAN

  1. Ikan mas
  2. Wax /  malam lilin

 

 

3.3. PROSEDUR KERJA

  1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum
  2. Ambil satu buah ikan mas kemudian pingsankan dengan cara menusuk bagian anterior otak ikan tepat di bagian depan kepala ikan kemudian putar secara perlahan-lahan
  3. Bedah ikan di bagian dekat insang dan sebagian perut bagian anterior sampai terlihat jantung dan sinus venosus yang berwarna putih
  4. Jepit aorta ventralis dengan penjepit arteri sampai sinus venosus terisi penuh dengan darah
  5. Tusuk sinus venosus yang sudah penuh kemudian dekatkan pipa kapiler perlahan-lahan tampung darah yang keluar dari sinus venosus hingga pipa kapiler terisi ± ¾ volumenya
  6. Setelah pipa kapiler terisi, tutup salah satu bagiannya dengan cara menusukkan salah satu ujung pipa secara tegak ke lilin malam/wax
  7. Masukkan pipa kapiler ke dalam alat sentrifugasi, kemudian sentrifugasi selama 4 menit
  8. Setelah disentrifugasi, letakkan pipa kapiler diatas Hematocrit Reading Chart. Kemudian lihat nilai hematokrit pada batas atas dari sel darah (dalam %) dan catat.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1.  HASIL

 

Data yang diperoleh selama kegiatan praktikum ini, selanjutnya disajikan dlam bentuk tabel (data kelas) berikut ini :

Kelompok

Plasma Darah

Nilai Hematokrit (%) Ikan mas

1.

 

  1. 80%
  2. 70%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 2

  1. 20%
  2. 30%

2.

 

  1. 60%
  2. 60%
  3. 55%
  4. 60%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 4

  1. 40%
  2. 40%
  3. 45%
  4. 40%

3.

 

  1. 65%
  2. 77%
  3. 70%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 3

  1. 35%
  2. 23%
  3. 30%

4.

 

  1. 65%
  2. 67%
  3. 64%
  4. 65%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 4

  1. 34%
  2. 33%
  3. 36%
  4. 35%

5.

 

  1. 50%
  2. 50%
  3. 50%
  4. 45%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 4

  1. 50%
  2. 50%
  3. 50%
  4. 55%

6.

 

  1. 50%
  2. 55%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 2

  1. 50%
  2. 45%

7.

 

  1. 68%

 

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 30%

8.

 

  1. 60%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 40%

9.

 

  1. 65%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 35%

10.

gagal

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: gagal

11.

 

  1. 80%

 

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 20%

12.

 

  1. 65%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 35%

13.

 

  1. 60%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 40%

14.

 

  1. 75%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 25%

15.

 

  1. 60%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 40%

16.

 

  1. 80%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 20%

17.

 

  1. 50%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 50%

18.

 

  1. 60%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 40%

19.

 

 

20.

 

  1. 55%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 45%

21.

     1.   40%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1.  40%

22.

 

  1. 75%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 25%

23.

Gagal

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: –

24.

 

  1. 61%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 39%

25.

 

  1. 55%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 45%

26.

\

  1. 60%

Jumlah pipa kapiler yang disentrifugasi: 1

  1. 40%

 

Tabel 1. Nilai Hematokrit Ikan Mas (data kelas)

 

4.2. PEMBAHASAN

Dapat dilihat dari hasil tabel data kelas, ternyata praktikum perhitungan nilai hematokrit pada ikan cukup berhasil dapat dilihat dari data tersebut ada yanbg satu kelompok melakukan 4 kali sentrifukasi dan keempatnya itu berhasil. Namun ada juga yang gagal sama sekali, yaitu kelompok 10.

Gagalnya perhitungan hematokrit itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor itu salah satunya adalah saat melakukan sentrifugasi. Dimana saat sentrifugasi tersebut peletakan pipa kapiler tidak seimbang itu mengakibatkan pipa kapiler pecah. Selain itu pada saat pengisian darah ke pipa terjadi gelembung udara di pipa kapiler dan kurangnya pasokan darah yang harusnya diisi ¾ nyatanya kurang dari ¾ nya.

Dapat dilihat dari data ternyata perhitungan Hematokrit pada masing-masing kelompok itu berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran ikan dan jenis kelamin pada ikan. Nilai hematokrit yang tinggi membuktikan bahwa keadaan ikan tersebut sehat. Sedangkan ikan dengan nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukan keadaan ikan yang tidak sehat, dapat dikatakan bahwa ikan tersebut mengalami anemia. Dapat dilihat dari data kelompok 1 pada pipa kapiler ke-1, kelompok 11, dan kelompok 16, dimana nilai hematokrit ikan sebesar 20%. Ini membuktikan bahwa ikan mengalami anemia karena nilai hematokrit kurang dari 22%.

Pada kelompok kami, yaitu kelompok 15, kami hanya dapat menghasilkan 1 pipa kapiler. Ini disebabkan kurangnya pasokan darah pada ikan kami, selain itu sebelum di jepit ternyata ikan sudah mengeluarkan banyak ikan. Pada awalnya kami melakukan sentrifugasi dengan menggunakan dua pipa kapiler. Namun pada pipa kapiler yang kedua pecah, ini disebabkan saat melakukan sentrifugasi tidak seimbangan. Pipa kapiler yang pertama kami menghasilkan nilai hematokrit sebesar 40%. Ini membuktikan bahwa ikan kami dalam keadaan sehat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

 

5.1. SIMPULAN

 

Perhitungan hematokrit pada ikan mas dilakukan dengan cara menampung darah di sinus venosus dan kemudian memasukannya ke dalam pipa kapiler untuk disentrifugasi. Hasil sentrifugasi dibaca dan % hematokrit pada ikan mas yang kami amati adalah sebanyak 40% dan plasma darahnya adalah sebanyak 60%.

Nilai hematokrit yang didapatkan oleh kelas A berkisar pada yang paling rendah adakah 20% dan yang paling tinggi adalah 55%. Hematokrit pada ikan dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya jumlah eritrosit, ukuran eritrosit dan bentuk eritrosit.

 

 

5.2. SARAN

 

Pada praktikum perhitungan nilai hematokrit kali ini, saran yang bisa kami sampaikan adalah ketika melakukan pembedahan ikan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan jangan sampai merusak organ dalam ikan. Selain itu ketika menusuk sinus venosus untuk mengeluarkan darah yang sudah tertampung harus dengan perlahan dan pipa harus sudah didekatkan dengan sinus venosus agar darang yang keluar bisa tertampung ke dapam pipa kapiler dan tidak berceceran.

Selain itu, ketika menggunakan alat sentrifugasi harus benar-benar teliti dalam menggunakannya, karena saat sentrifugasi banyak pipa kapiler yang malah pecah dan tidak tersentrifugasi.

 

 

 

 

DAFTAR ACUAN

 

Rahardjo, M.F. dkk. 2011. IKHTIOLOGI. Bandung: Lubuk Agung

http://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/hematokrit_30.html

(diakses pada tanggal 8 November 2012)

http://aboutlabkes.wordpress.com/2012/01/30/hematokrit/

(diakses pada tanggal 8 November 2012)